Selasa, 11 Maret 2008

KADER-SIPATISAN BERTANYA, PKS MENJAWAB

Seputar PILKADA Provinsi Kaltim 2008

Seiring dengan semakin dekatnya pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daera(PILKDA) Provinsi Kalimantan Timur tahun pada taggal 26 Mei 2008 mendatang, maka DPW PKS Kaltim telah mengambil keputusan atas persetujuan DPP PKS untuk maju dalam PILKADA Katim dengan mengusug pasangan Drs.H. Achmad Amins, MM (Walikota Samarinda) sebagai calon Gubernur dengan H. Hadi Muyadi, S.Si, M.Si (Ketua DPW PKS Kaltim) sebagai calon Wakil Gubernur Kaltim periode 2008-2013. Keputusan ini diambil setelah DPW PKS melakukan berbagai langkah politik untuk menilai, berkomnuikasi dan melobi berbagai calon guberbur dan pimpinan parpol yang berpeluang maju dan mengusung calon dalam PILKADA Kaltim tsb.

Terkait dengan keputusan DPW PKS tersebut, maka beberapa pertanyaan dari kader dan simptisan PKS perlu dijawab secara komprehensif (menyeluruh) agar setiap kader dan simpatisan dapat menerima dengan baik keputusan ini dan kemdian bergerak bersama PKS da Parpol pendukung lainnya untuk memenangkan pasangan Achmad Amins-Hadi Mulyadi sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim 2008-2013, Insya Allah. Beberapa pergtanyaan tersebut antara lain:


Pertanyaan 1:

Mengapa PKS harus ikut PILKADA Provinsi Kaltim sedangkan PKS tidak bisa mengusung sendiri atau tidak cukup kursi untuk mengusung pasangan calon?

Jawaban:

PKS sebagai partai dakwah memiliki misi sejak dahulu untuk terus berupaya memperluas syiar dakwah Islam ke seluruh lapisan kehidupan manusia termasuk dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. PKS akan memanfaatkan segala peluang yang ada untuk mencapai misi mulia terebut termasuk peluang politik dalam PILKADA Provinsi Kaltim karena PKS memahami bahwa kekuasaan lembaga eksekutif adalah merupakan salah satu sarana (wasilah) yang sangat strategis dalam mmpercepat syiar dakwah dalam kehidupan masyarakat.
Peluang politik dalam PILKADA telah memungkin PKS Kaltim untuk ikut berpartisipasi karena PKS memiliki 4 kursi di DPRD Provinsi Kaltim yang merupakan buah kepercayaan umat kepada PKS hasil Pemilu 2004. Walaupun secara konstitusional dengan hanya 4 kursi di DPRD, PKS Kaltim belum bisa mengusung sendiri pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubrnur, tetapi peluang tersebut masih terbuka dengan cara berkoalisi dengan partai-partai politik lainnya sehingga memenuhi syarat konstitusi untuk mengusung pasagan calon.
Bagi PKS, koalisi dengan parpol lain atau calon gubernur yang memiliki peluang untuk maju adalah sangat niscaya dengan suatu prinsip bahwa siapapun yang ingin bersama-sama PKS atau memberikan kesempatan kepada PKS untuk meperluas dakwah melalui lembaga eksekutif maka PKS akan berkoalisi dalam bentuk hubungan kerjasama dalam kebaikan (musyarokah bil ma'rufi). Jadi walaupun PKS hanya meiliki 4 kursi di DPRD Provinsi Kaltim atau belum cukup 7 kursi (15%) yang menjadi syarat dalam konsitusi untuk mengusung pasangan calon, PKS tetap akan berupaya ikut berpartisipasi dalam PILKADA dengan membuka peluang koalisi dengan parpol lain atau calon lain yng bersedia bekerjasama dengan PKS untuk mewujdkan misinya sebagai partai dakah.
-----------------------


Pertanyaan 2:

Kenapa PKS tidak berpasangan dengan Awang Faruk Ishak (AFI) yang menurut berbagai hasil survei termasuk calon yang paling banyak mendapat dukungan?

Jawaban:

PKS sejak tahun 2006 dalam suatu musyawarah partai tingkat wilayah telah mengakomodir Bpk. Awang Faruk Ishaq (AFI) sebagai salah satu kandidat gubernur Kaltim bersama beberapa calon lain yang juga secara aspiraif telah disampikan kepada PKS. Selanjutnya selama tahun 2007, PKS telah melakukan berbagai komunikasi dan lobi politik terkait dengan pencapaian misi PKS dalam PILKADA Provinsi Kaltim. AFI adalah salah satu calon yang telah berkomunikasi politik bersama PKS secara intensif. Bahkan ada kecendrungan kader dan simpatisan PKS untuk lebih mengutamakan komunikasi dengan AFI sebagai figur utama yang ditawari kerjasama oleh PKS melalui PILKADA dan Pemerintahan Daerah dimasa yang akan datang. Keseriusan PKS dalam upaya menggandeng AFI dibuktikan dengan berbagai upaya nyata PKS dalam membantu AFI menyelesikan beberapa masalah hukum dengan pihak lain dan tuduhan korupsi kepada AFI trkait utang-piutang di Bank BPD Kaltim yang ditangani pihak Kejaksaan Agung. Dari upaya serius PKS tersebut untuk bekerjasama dengan AFI, maka sangat wajar jika kemudian dalam berbagai kesempatan pertemuan AFI selalu memberikan janji akan menjadikan PKS sebagai calon wakil Gubernur yang akan berpasangan dengan AFI sebagai calon gubernur.
Puncak janji AFI kepada PKS diberikan lagi saat pertemuan Pengurus PKS dengan AFI di Hotel Victoria pada hari Jum'at tnggal 15 Februari 2008. Dalam pertemuan itu AFI meyakinkan PKS bahwa jika para parpol pendukung menyerahkn sepenuhnya kepada AFI proses penentuan wakil gubernur pendamping AFI, maka AFI akan memilih kader PKS Bpk H. Hadi Mulyadi dengan alasan hasil 7 kriteria Pak Hadi memiliki poin paling tinggi, yaitu 125 poin sedagkan bakal calon wakil gubernur lainnya lebih renah dari Pak Hadi. Dengan saat yakin akan janji dan komitmen AFI, maka PKS pun mengikuti mekanisme penentuan calon wakil gubernur pendamping AFI agar nama Pak Hadi bisa muncul dalam pencalonan dari parpol pendukung dan PKS bisa ikut medorong parpol pendukung lainnya untuk menyerahan penentuan calon wakil gubernur dari usulanparpol pendukung kepada AFI dengan panduan 9 kriteria yang sudah disepakati. Tetapi kenyataan yang diperoleh PKS adalah bahwa ternyata AFI TIDAK KONISTEN dan MEGINKARI KOMITMEN sebelumnya. Sama sekali AFI tidak menggunkan 9 kriteria yang dibuatnya sendiri dalam menentukan calon pendampingnya. Objektifitas dan kajian ilmiyah sama sekali tidak digunakan dalam proses yang disepakati. Lebih pentng lagi AFI MENGKHIANATI JANJI-nya kepada PKS yang sudah beberapa kali disampaikan kepada pengurus PKS bahkan di tingkat pusat.
Berdasarkan kenyataan diatas melalui rapat pleno DPW PKS, PKS memutuskan untuk menarik dukungan dari AFI karena dianggap tidak punya komitmen terhadap janji politiknya kepada seluruh warga PKS dan tidak konsisten terhadap mekanisme yang dibuatnya sendiri. PKS tidak bisa terus mendukung calon pemimpin yang secara terang-terangan telah berbuat ZHOLIM kepada partai pemenang ketiga dalam Pemilu 2004 apalagi kelak kepada masyarakat Kaltim tentu lebih berpeluang lagi untuk di-ZHOLIMI...
---------------------------


Pertanyaan 3:

Kenapa PKS meninggalkan AFI setelah AFI tidak memilih kader PKS sebagai calon wakil gubernur?

Jawaban:

Telah dijawab pada pertanyaan ke-2 yang intinya AFI tidak ingin bekerjsama dengan PKS sebagai partai dakwah dalam mewujudkan cita-cita dan misinya.
------------------------


Pertanyaan 4:

Benarkah PKS meninggalkan AFI karena permintaan PKS berupa dana Rp. 60 M tidak bisa dipenuhi AFI?

Jawaban:

Itu adalah fitnah dan upaya pembunuhan karakter yang dilakukan oleh orang-orang memiliki sifat-sifat Munfiq. Jika berjanji dia ingkar, jika dipecaya dia dusta dan jika diberi amanah dia khianat... Sama sekali PKS tidak pernah mengajukan permintaan dana konpensasi karena tidak trakomodasi sebagi calon wakil gubernur pendamping AFI. PKS tetap konsisten dengan prinsipnya untuk bekerja sama dengan siapapun yang mau memberi kesempatan kepada PKS memperluas syiar Dakwah Islam melalui lembaga eksekutif dalam wujud mengandeng kader PKS sebagai wakil gubenur. PKS tidak pernah mengajukan tawaran kerjasama lainnya selain menjadikan kader PKS sebagai calon wakil gubernur. Justru saat PKS akan menarik dukungan dri AFI salah seorang bendahara Tim AFI menawarkan dana konvensasi kepada PKS tetapi di tolak karena buka itu yang dicari oleh PKS. PKS tidak menjual atau meyewakan partai politiknya sekedar sebagai perahu bagi suatu calon yang ingin maju dalam PILKADA kemudian setelah itu hanya menjadi penonton dalam proses pemerinthan daerah. Karena itu, segala tuduhan tentang adany permintaan sejumlah dana kepada AFI sebagi konpenasasi krena kader PKS tidak terakomodasi sebagai wakil Gubernur pendamping AFI adalah FITNAH yang dosanya lebih berat dari pembunuhan...
------------------------


Pertayaan 5:

Kenapa kader PKS tidak berpasangn dengan M. Yusuf SK yang memenangkan Konvensi Partai Golkar mengingat Beliau memiliki citra politik yng cukup bagus?

Jawaban:

Sebagaimana AFI, PKS juga telah membangun komunikasi politik yang cukup intensif dengan M. Yusuf SK (Walikota Tarakan) juh sebelum konvensi Partai Golkar Kaltim diselenggaran. Beliau juga termasuk calon yang berkeinginan mengandeng kader PKS, yaitu Bapak Hadi Mulyadi sebagai calon wakil gubenurnya. Namun beberpa saat setelah Beliau dinyatakan sebagai pemenang konvensi Partai Golkar Kaltim untuk menjadi calon gubernur yang diusung Partai Golkar Kaltim, Beliau menyatakan kepada Pak Hadi yang telah menunggu sejak proses konvensi berlangsung bahwa Beliau tidak bisa memastikan dengan siapa akan bergandengan karena prosesnya sepenuhnya akan digodok oleh DPD Partai Golkar Kaltim. Dan dari penelusuran informasi yang dilkakukan oleh tim lobi PKS diketahui bahwa Partai Golkar akan mengusung pasangan calon Guberur dan wakil gubernur semuanya dari kader atau dinominasikan oleh Partai Golkar Kaltim sendiri. Ini berarti peluang bekerja sama dengan M. Yusuf SK dalm PILKADA Prov Kaltim sudah tertutup.
------------------------------


Pertayaan 6:

Apa alasan kader PKS bergandengan dengan Achmad Amins ?

Jawaban:

Pilihan berpasangan dengan Achmad Amins (Walikota Samarinda) selain sebagai peluang terakhir yang dimiliki oleh PKS untuk komitmen dengan misinya malalui PILKADA juga karena tawaran politik Achmad Amis kepada PKS sudah sesuai dengan harapan PKS untuk mengusung kadernya sebagai calon wakil gubernur. Tim Achmad Amins yang sejak dulu telah didukung oleh Partai Patriot Pancasila, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Bintang Reformasi dan Partai Pelopor dapat menerima secara aklamasi bahwa pasangan yang akan diusung adalah Achmad Amins-Hadi Mulyadi. Ini berarti terpenuhi sudah syarat kerja sama yang ditawakan oleh PKS kepada Tim Achmad Amins sehingga PKS memutuskan dengan persetujuan DPP PKS untuk mengusung Achmad Amins-Hadi Mulyadi sebagai pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur bersama koalisi Partai Patriot Pancasila, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Bintang Reformasi dan Partai Pelopor.
Alasan pendukung lainnya adalah karena Achmad Amins adalah termasuk kandidat yang memiliki elektabilitas tertinggi dari hasil survei yang dilakukan oleh berbagai lembaga survei. Sehingga dengan bergandengnya Achmd Amins - Hadi Mulyadi diarapkan sebagai pasangan yang paling ideal dari seluruh pasangan calon yang ada karena keserasian dan perpaduan yang saling melengkapi antara keduanya. Pasangan Amins-Hadi adalah merupakan perpaduan dua kekuatan yang disebut oleh Ulama sebagai Hikmatusy Syuyukh wa hamaasatush shabaab (Perpaduan antara bijaknya orang tua dan semangatnya anak muda). Selain itu, pasangan ini juga merupakan variasi ideal antara birokrat dengan politisi, antara pengalaman dan kecerdasan dan antara komitmen dan moral..
---------------------------


Pertanyaan 7:

Apa benar PKS menggandeng Achmad Amins setelah menerima suap sebesar Rp. 30M? (Ada beberap variasi pertanyaan yang serupa dari besarnya jumlah dana yang dimaksud)

Jawaban:

Seperti halnya pertanyaan ke-4 bahwa itu semua tuduhan FITNAH yang dilakukan oleh orang-orang Munafiqin.. PKS tetap sebagai partai dakwah dengan slogan bersih dan peduli yang tidak akan mengotori prinsipnya itu hanya dengan iming-iming uang seberapapun nilainya. Hingga saat ini belum Rp 1 sen pun PKS terima dari Bapak Achmad Amins atau dari Tim Sukses Beliau sebagai suap atau sogokan karena PKS bersedia mengusung Beliau. Alasan mengusung Beliau sudah jelas telah dijawab pada pertanyaan ke-7 di atas. Adapun untuk dana operasional PKS sbagai salah satu partai pendukung diluar dana yang dikeluarkn oleh Tim Pendukung, maka PKS berupaya mencari sendiri melalui bantuan dana dari kader dan simpatisan yang setia mendukung perjuangan PKS selama ini. Walaupun dana tersebut jumlahnya tidak banyak tetapi PKS menggunakannya seefektif mungkin. Dan karenanya, atas segala subangan da bantuan sukarela baik materil maupun moril dari seluruh kader dan simptisan, PKS mengucapkan jazaakumullahu khairn katsiran..


Read More ..

Minggu, 02 Maret 2008

Malaikat di Kelas Kami


Kisah ini kudapatkan dari lingkaran cahayaku tiap pekan. Tentang seorang anak “malaikat” yang luar biasa. Murabbiku mulai bercerita dengan gayanya yang khas. Tentang anak sepasang aktivis da’wah. Alkisah sang Umi dan Abi mendidik anaknya begitu baik, dalam bi’ah yang teramat kondusif. Waktu-waktu sang mujahid kecil lebih banyak dimanfaatkan untuk hal-hal yang bermanfaat di dalam rumah, berinteraksi intens dengan al-Qur’an, menjauhi berbagai media hiburan apapun.

Subhanallah, dia bagaikan cahaya dalam rumah itu. Begitu sholehnya. Lisannya tak banyak bicara, pandangannya pun terjaga. Umi mengelus dadanya lega, Ya Rabb alhamdulillah kau berikan qurata a’yun bagi kami. Waktu terus bergulir, anaknya beranjak remaja. Dia kelas satu SMP saat ini. Tapi tidak di SMP-IT seperti waktu SDnya. Jundi kecilnya masuk sebuah SMP favorit di kota tempat tinggalnya. Umi dan Abi yakin mujahid kecilnya bisa menjaga diri. Dia sudah kuat untuk membentengi dirinya dari berbagai pengaruh luar yangmungkin menggoda imannya.Aku tersenyum mendengar kisah ini, tapi…..tunggu sebentar ukh, ceritanya belum berakhir. Hingga satu waktu,sang Umi mengikuti acara rapat orang tua murid kelas mujahid kecilnya. Seorang ibu yang duduk disebelahnya mengajaknya bicara. “ Anak ibu siapa?” Sang Umi menjawab dengan kebanggaan yang tak kuasa disembunyikan, entahlah, mengingat mujahid kecilnya terkadang membuatnya sangat bangga. “ Faris, bu.Anak ibu?” “ Oh…faris, yang malaikat kecil itu ya?” Umi terhenyak, malaikat kecil??? Ibu tersebut merasakan kekagetan Umi, buru-buru dijelaskannya,” Iya, anak saya Doni sering cerita tentang Faris. Dia bilang ada malaikat dikelasku bu. Anaknya alim banget. Begitu sampai kekelas dia langsung duduk dan membuka Al-Qur’annya. Kalau belum bel, ga berhenti baca Qur’an bu. Keren kan. Trus istirahat, dia lebih banyak baca buku-buku Islam. Ga pernah maen kartu bareng aa, bororaah maen smack down-smack downan, maen games aja ga pernah. Pokoknya cool abiz. Trus ma anak perempuan japanbanget deh Bu. Katanya si Doni japan itu jaga pandangan Bu. Jarang banyak bicara, waktunya terisi dengan sempurna. Makanya anak saya dan teman-teman sekelasnya menyebut Faris, malaikat di kelasnya. Begitu terjaga, hingga teman-temannya segan untuk sekedar berbicara dengannya. Apalagi curhat atau ngajakin maen. Akhirnya Faris sering tampak kesepian dan sendiri. Soalnya Doni bilang, ga enak atuh bu, Doni mah malu and minder sama dia teh. Trus Faris juga da ga pernah cerita apa-apa, ngobrol aja jarang Bu. Padahal ya Bu, aa teh kagum sama dia. Pengen jadi kaya Faris, tapi aa tetep pengen gaul juga. Ga mungkin ya Bu? Aa jadi malaikat? Kelaut aja kali ya Bu.” Ibunya Doni terus berbicara. Sepertinya memang sudah bawaan dari orok hobi bicarannya itu. Umi masih terkaget-kaget. Rasanya seperti tersambar petir di siang hari.Beruntung, rapat itu segera berakhir. Umi segera mencari tempat wudhu dan bergegas menuju mesjid. Matanya mulai memerah. Ya Rabb, apakah yang salah? Ia dansuaminya tidak pernah sedikitpun meniatkan anaknya menjadi sosok yang seperti itu. Meski ia faham ghuroba adalah hal yang mungkin terjadi pada seorang da’i. Umi mulai sesegukan, diambilnya Al-Qur’an dan mulai dibacanya untuk menenangkan diri. Sayup-sayup dari lantai bawah mesjid sekolah, didengarnya suara tilawah yang teramat dikenalnya. Umi mengintip dari pagar lantai atas. Mujahid kecilnya sedang asyik dalam tilawahnya, sendirian di mesjid yang besar ini. Umi mulai mengevaluasi diri, meski rasanya ingin segera ketemu abi dan menceritakan semua ini. Ada satu fase yang terlupakan dalam pola pembinaan keduanya. Bahwa tarbiyah membangun potensi anak sesuai dengan fitrahnya. Sesuai dengan usianya. Umi menyadari ia telah membentengi Faris dengan sistem imun yang kuat, tapi umi jarang mengingatkan Faris untuk menjadi kader yang muntijah ( produktif ). Yang kebaikannya menyebar pada orang lain, yang kehadirannya memberi manfaat bagi sekitarnya, yang kesholehannya menjadi kesholehan jama’I, bukan hanya kesholehan pribadi, dan yang menjadi manusia-manusia luar biasa dengan kemampuan komunikasi da’wah yang luar biasa. Bukan jamaah malaikat, tapi jamaah manusia. Dihapusnya air matanya. Ada PR baru yang sangat besar untuk ia syurokan dengan Abinya. Bagaimana mengajarkan mujahid kecilnya berbaur tapi tidak lebur.Menjadikannya lebih mudah dijangkau oleh sekitarnya, mengajarkannya lebih banyak berbicara dalam rangkaian da’wah fardiyah dan mengajak sebanyak mungkin orang menuju surga Allah. Menjadikannya seorang remaja yang memang melewati berbagai fase perjalanan kehidupannya seiring fitrahnya. Mungkin satu waktu dia mengecengi seorang anak perempuan, mungkin satu waktu dia sangat ingin bermain games, atau menonton bersama teman-temannya. Umi tak ingin anaknya hanya bisa bersahabat dengan satu komunitas yang baik saja, umi ingin anaknya jadi kader tangguh yang mampu taklukan berbagai medan da’wah amah. Memiliki jaringan ukhuwah yang luas. Hamasahnya menggelora, ditatapnya mujahid kecilnya dari kejauhan. Sebuah kata terlontar dari bibirnya, Allahumaghfirlii, ya Rabb maafkan hamba. Anakku sayang, maafkan umi dan abi.Aku ikut terhenyak. Entahlah, ada banyak rasa yang muncul dari hati ini mendengar kisah Faris. Sekejap, aku seolah berhadapan dengan binaan-binaanku. Bidadari-bidadari kecilku. Ya Rabb, sudahkah aku membina mereka dengan benar? Membangun potensi dan fitrah mereka dengan baik? Menjadikan mereka tetap dalam fitrah anak-anak seusianya, meski dengan nilai plus yang luar biasa dari sisi dien mereka. Sekelebat ketakutan menghampiriku, sungguh aku harus lebih banyak belajar lagi tentang sasaran da’wahku. Memperhatikan psikologi perkembangan mereka. Menemani mereka melalui masa labil mereka sebagai seorang remaja. Da’wah sekolah SMP ini adalah sebuah fase awal perjalanan panjang da’wah thullaby. Aku tak ingin jundi-jundi kesayanganku hanya bertahan dalam jangka waktu yang singkat. Mereka harus lebih kuat bertahan dan bernafas panjang untuk istiqomah di jalan Al Haq ini.Aku tak ingin melahirkan traumatis-traumatis pembinaan Islam dalam diri mereka. Aku ingin mereka menjadi sosokyang merasakan indahnya Islam, kasih sayang dari mentor-mentornya, dan peningkatan kapasitas diri mereka sesuai fitrahnya. Aku ingin membawa mereka menjadi bagian jamaah manusia, bukan jamaah malaikat. Mereka adalah remaja, kita tak mungkin menghapus fitrah mereka, kita hanya bisa membantu mereka mengendalikannya, menemani mereka melalui masa-masa sulitnya. Menjawab setiap pertanyaan mereka dengan kesabaran luar biasa. Dan terutama menjadikan mereka yang terbaik dari diri mereka sendiri. Tidak akan ada azsya-azsya kecil, yang begitu mirip dengan ku. Yang ada adalah mujahidah-mujahidah kecil dengan segala kekhasan dan potensi luar biasa dari diri mereka sendiri.Kisah ini memulai evaluasi dan refleksi yang sangat panjang dari diriku selama hampir 9 tahun aku malang melintang di DS ini. Perbaikan pola pembinaan adalah suatu keniscayaan yang terus diupayakan. Untuk membina seorang kader muntijah, melalui fase yang tepat, membangun fitrah dan potensi yang hadir dalam dirinya.Untuk menjadi satu kekuatan da’wah bagi umat ini. Azzam baru bergelora dihatiku, karena aku adalah walid ( umi mereka di sekolah ), aku adalah syeik ( ustazah mereka di mentoring ), aku adalah qiyadah ( pemimpin mereka di DS ), dan terutama karena aku adalah sahabat mereka. Meski usiaku yang terpaut jauh dengan mereka. Asa ini takkan pernah hilang, menjadikan mereka amanah terbaik yang Allah titipkan padaku. Menjadi umi, ustadzah, qiyadah, dan sahabat terbaik bidadari-bidadari kecilku. Allahu Akbar !

Read More ..

Hadits: Islam, Iman dan Ihsan

Hadits 2 : Islam, Iman, dan Ihsan
Diriwayatkan dari Umar bin Khathab ra., ia berkata: “Ketika di suatu hari kami duduk di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba muncul kepada kami seorang laki-laki yang mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat darinya bekas perjalanan dan tak ada seorang pun diantara kami yang mengenalinya. Ia segera duduk di hadapan nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut beliau, seraya berkata: “Hai Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.” Jawab Rasulullah saw: “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilah kecuali Allah dan Muhamamad adalah Rasul Allah, engkau menegakkan shalat, menunaikan zakat, engkau berpuasa pada bulan Ramadhan dan engkau menunaikan haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya.” Lelaki itu menanggapi: “Engkau benar.” Maka kami pun dibuat heran; ia yang bertanya dan ia pula yang membenarkannya. Kemudian ia bertanya lagi, “Beritahukan aku tentang iman.” Jawab Nabi: “Engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada Rasul-Nya, kepada hari akhir dan engkau beriman kepada takdir Allah, yang baik dan yang buruk.” Ia menyahut: “Engkau benar.”Dan ia bertanya lagi: “Kabarkan aku tentang ihsan.” Jawab Nabi: “Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya dan bila engkau tidak mampu melihat-Nya sesungguhnya Dia melihatmu.” Lelaki itu berkata lagi: “Beritahukan aku kapan terjadinya kiamat.” Jawab Nabi: “Yang ditanya tidaklah lebih tahu dari yang bertanya.” Dia pun bertanya: “Beritahukan kepadaku tanda-tandanya!” Jawab Nabi: “Jika seorang amat (budak wanita) telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang tidak beralaskan kaki, telanjang, miskin dan penggembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan yang menjulang tinggi.” Setelah itu lelaki itu segera pergi. Aku pun terdiam sekian lamanya sehingga Nabi bersabda kepadaku: “Wahai Umar, tahukah engkau siapakah lelaki yang bertanya itu?” Aku menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui” Beliau bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian mengajarkan kepada kalian tentang agama kalian.” HR. Imam Muslim dalam Shahihnya.

Urgensi hadits:
Ibnu Daqiq al ied berkata: “Hadits yang sangat agung ini memuat seluruh perbuatan, baik lahir maupun batin. Bahkan semua ilmu syariat mengacu padanya dan diperkaya dengannya, karena kandungan seluruh Ilmu Sunnah yang ada di dalamnya. Sebagaimana Surah Al Fatihah yang disebut dengan Ummul Qur’an karena seluruh makna Al Qur’an terkadung didalamanya, maka hadits ini disebut dengan Ummussunnah

Fiqhul Hadits

Memperbaiki pakaian dan sikap
Ketika hendak memasuki masjid dan akan menghadiri majelis ilmu, disunnahkan memakai pakaian yang rapi dan bersih serta menggunakan wewangian. Juga bersikap baik dan sopan di hadapan para ulama, karena kedatangan Malaikat Jibril as itu untuk mengajarkan manusia melalui sikap dan ucapannya.

mengajarkan hakekat Islam
Secara etimologis, Islam berarti tunduk dan menyerah sepenuhnya pada Allah. Sedang secara syar’i, Islam adalah tunduk dan menyerah sepenuhnya kepada Allah dengan menjalankan kelima rukunnya, yaitu syahadatain, menunaikan shalat dengan memenuhi syarat dan rukunnya serta memperhatikan adab dan sunahnya, mengeluarkan zakat, puasa di bulan Ramadhan, dan haji sekali seumur hidup bagi siapa saja yang mampu; mempunyai biaya untuk pergi ke tanah suci dan juga bias memenuhi kebutuhan keluarga yang ditinggalkan

mengajarkan hakekat Iman
Secara bahasa, iman berarti pembenaran, sedang secara syar’i berarti pembenaran dan penetapan terhadap:
Keberadaan Allah. Yang Maha Pencipta dan tidak ada sesuatu yang menjadi sekutu bagi-Nya
Keberadaan makhluk Allah, yaitu malaikat. Mereka adalah hamba Allah yang dimuliakan, yang tidak pernah melakukan maksiat dan selalu mematuhi perintah Allah. Mereka diciptakan dari cahaya, tidak makan, tidak berkelamin (laki-laki atau wanita), tidak mempunyai keturunan dan tidak ada yang tahu jumlahnya kecuali Allah
Keberadaan seluruh Kitab Samawi yang diturunkan Allah, dan meyakini bahwa kitab-kitab tersebut (sebelum diubah dan diselewengkan manusia) merupakan syari’at Allah
Keberadaan seluruh Rasul yanag telah dipilih dan diutus Allah untuk membimbing umat manusia, yang diturunkan bersamanya Kitab Samawi. Juga meyakini bahwa mereka adalah manusia biasa yang terjaga dari segala dosa (maksum)
Keberadaan hari kiamat. Pada hari tu Allah membangkitkan manusia dari kuburnya, lalau menghisab seluruh perbuatannya dan memberinya balasan; bagi yang beramal baik maka akan mendapatkan balasan kebaikan dan bagi yang jahat amalnya maka akan menuai balasan yang setimpal pula
Keberadaaan takdir. Artinya, segala hal yang terjadi di alam semesta ini merupakan ketentuan (takdir) dan kehendak Allah semata, untuk tujuan yang hanya diketahui oleh-Nya
Kelima poin ini tidak lain adalah rukun iman. Barangsiapa yang meyakininya maka ia akan selamat dan beruntung dan barang siapa yang menolaknya maka ia akan sesat dan merugi. Allah berfirman: ”Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang telah Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan hari kiamat, maka sungguh ia telah sesat sejauh-jauhnya” (QS. An Nisa’ : 136)

mengajarkan hakekat Islam – Iman
Meski dari penjelasan di atas kita pahami bahwa iman dan Islam adalah dua hal yang berbeda, namun keduanya saling melengkapi. Iman menjadi sia-sia tanpa Islam, demikian juga sebaliknya

mengajarkan hakekat Ihsan
Ihsan adalah ikhlas dan menyempurnakan keikhlasan tersebut. Artinya, memurnikan ibadah sepenuhnya hanya untuk Allah serta dibarengi dengan upaya untuk menyempurnakannya. Sehingga ketika melaksanakan ibadah tersebut seolah-olah engkau melihat-Nya dan jika tidak mampu maka ingatlah bahwa Allah senantiasa menyaksikanmu dan mengetahui apa pun yang ada pada dirimu, baik besar maupun kecil

Hari kiamat dan tanda-tandanya
Waktu datangnya hari kiamat hanya diketahui Allah SWT dan tidak ada seorang pun yang mengetahuinya, baik malaikat maupun Rasul. Itulah sebabnya mengapa Nabi SAW berkata kepada Jibril: “Yang ditanya tidaklah lebih tahu dari yang bertanya.” Meskipun demikian, Nabi Muhammad kemudian menjelaskan sebagian tanda-tandanya, yaitu:
Zaman yang rusak dan akhlak yang buruk. Pada saat itu banyak anak yang durhaka pada orang tuanya, mereka memperlakukan orang tuanya seperti perlakuan tuan terhadap budaknya
Keadaan yang chaos dan gawat. Kala itu, banyak orang yang bodoh menjadi pemimpin dan wewenang diberikan kepada orang yang tidak mempunyai kemampuan (bukan ahlinya). Harta melimpah ruah pada manusia, perilaku sombong dan sikap melampaui batas merebak, manusia saling membanggakan diri dengan mendirikan bangunan yang tinggi. Perhiasan dan perkakas rumah berlebihan, satu sama lain saling berlaku congkak, menguasai segala urusan orang yang dihimpit kemiskinan dan kesengsaraan dan jika seseorang hendak berbuat bajik pada orang lain maka sikapnya seperti perlakuan seorang tuan terhadap badwi, para penggembala dan orang-orang yang semisal dengannya

pentingnya bertanya tentang suatu ilmu
Seorang muslim, akan menanyakan sesuatu yang membawa manfaat baik untuk dunia maupun akhiratnya. Ia tidak akan menanyakan hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat. Bagi orang yang menghadiri sebuah majelis ilmu, lalu ia melihat bahwa audien (orang-orang yang hadir di situ) sangat memerlukan satu masalah dan ternyata masalah tersebut tidak ada yang menanyakan meskipun ia mengetahui, agar orang-orang yang hadir bias mengambil manfaat dari jawaban yang diberikan. Sedang jika orang yang ditanya tentang sesuatu itu tidak tahu, maka katankanlah bahwa dirinya memang tidak tahu. Selain dapat menambah kewibawaan, sikap demikian juga merupakan bukti kewara’an dan ketakwaannya. )I(

Read More ..

Selasa, 26 Februari 2008

Interaksi tanpa kontaminasi

Berinteraksi Tanpa Terkontaminasi (Bag. Pertama)
Manusia di muka bumi ini mempunyai misi yang jelas dan pasti. Misi yang merupakan tujuan asasi di mana ia diciptakan di atasnya. Ada tiga misi yang bersifat given (‘atha’ rabbani) yang diemban manusia; yaitu misi utama untuk beribadah (Adz-Dzariyat: 56), misi fungsional sebagai khalifah (Al-Baqarah: 30) dan misi operasional untuk memakmurkan bumi (Hud: 61). Namun keberlangsungan dan kelestarian misi ini secara benar apabila manusia mau mendengar dan mentaati risalah yang di bawa para Rasul. Hanya saja tidak semua manusia mengikuti dan menerima seruan mereka, bahkan sebagian besar dari manusia ini mendustakan dan mengingkari risalah Ilahiyah yang dibawanya. Allah berfirman;

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (An-Nahl: 36)

Maka, manusia yang mampu menerjemahkan tiga misi tersebut ke dalam bahasa lisan, tindakan dan sikap adalah manusia yang beriman kepada Allah SWT. Manusia yang senantiasa merespon seruan dan khithab rabbani dengan hanya mengucapkan kalimat ini; “sami’naa wa atho’naa”. Inilah syi’ar kehidupan manusia qur’ani dan rabbani. Hamba-hamba Allah yang akan dijanjikan kepada mereka “istikhlaf” di bumi-Nya. Allah berfirman;

“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul mengadili di antara mereka ialah ucapan “Kami mendengar dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (An-Nur: 51)

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik.” (An-Nur: 55)

Berdasarkan ayat di atas bisa kita konklusikan bahwa umat Islamlah yang diberi beban amanah Ilahiyah dan yang sanggup mengimplementasikannya ke dalam seluruh dimensi kehidupan. Maka umat Islamlah yang seharusnya memimpin dunia, yang berkewajiban mengajarkan manusia tentang system ilahiah dan membimbingnya untuk melakukan islamisasi dalam kehidupannya secara totalitas sehingga mereka benar-benar bisa keluar dari kegelapan jahiliah menuju cahaya Islam. Renungkan apa yang telah dikatakan seorang jundi, Rib’i bin Amir kepada Rustum, panglima Persia dalam perang Qadisiyah, ketika ia bertanya:“Gerangan apa yang membuat Anda datang ke negeri kami?”, lalu ia menjawab dengan kalimat ini;

“Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan manusia yang dikehendaki-Nya dari penghambaan hamba menuju pengabdian kepada Allah semata, dari sempitnya dunia menuju luasnya dunia dan akhirat dan dari kezhaliman agama-agama menuju keadilan Islam.”

Oleh karenanya, tugas ini bukanlah tugas yang ringan dan juz-iyah (parsial) atau sampingan tanpa dibarengi dengan usaha-usaha maksimal. Akan tetapi tugas atau dakwah ini merupakan urusan yang besar nan agung, urusan yang berkaitan dengan pembentukan syakshiah islamiyah, kelestarian system-sistem Ilahiyah dan kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat. Sayyid Quthb mengatakan, “Barangsiapa menganggap ringan kewajiban (dakwah) ini, padahal ia merupakan kewajiban yang dapat mematahkan tulang punggung dan membuat orang gemetar, maka ia tidak bisa melaksanakan secara kontinyu kecuali atas pertolongan Allah. Ia tidak akan bisa memikul dakwah kecuali atas bantuan Allah SWT dan tidak akan bisa teguh di atasnya kecuali dengan keikhlasan pada-Nya. Orang yang berada di jalan ini siangnya berpuasa, malamnya qiyam (shalat) dan ucapannya penuh dengan dzikir. Sungguh hidup dan matinya hanya untuk Allah Rabbal Alamin, yang tiada sekutu bagi-Nya.” (Tafsir Fii Zhilaalil Qur’an, Sayyid Quthb)

Dan untuk mensukseskan amanat yang agung ini perlu dibutuhkan manusia-manusia yang memiliki iman yang kuat, keikhlasan, hamasah yang membara dan tadhhiyat serta amal yang mustamir (kontinyu). Sehingga nilai-nilai kebenaran Islam yang termuat dalam gerbong dakwah benar-benar terealisir dan bisa dirasakan oleh semua manusia. Al-Imam asy-Syahid Hasan al-Banna dalam “risalat ilaa asy-syabab” berkata, “Sungguh fikrah ini bisa sukses apabila ada iman yang kuat, keikhlasan yang penuh di jalannya, hamasah yang membara dan adanya persiapan yang melahirkan tadhhiat dan amal untuk merealisasikannya. Dan hampir-hampir empat pilar ini (iman, ikhlas, hamasah dan amal) merupakan karakteristik bagi para pemuda. Karena dasar keimanan adalah hati yang cerdas, dasar keikhlasan adalah nurani yang suci, dasar hamasah adalah syu’ur yang kuat dan dasar amal adalah ‘azm yang menggelora.”

URGENSI BERDAKWAH

Berdakwah yang bertujuan dan berorientasi kepada perbaikan individu muslim, pembentukan keluarga muslim, pembinaan masyarakat Islam, pembebasan tanah air dari hegemoni asing, perbaikan pemerintah agar menjadi pemerintahan Islam yang senantiasa memperhatikan kemaslahatan umat dan menjadi “ustadziatul ‘alaam” (soko guru dunia) merupakan risalah para Nabi dan Rasul. Di mana setiap Nabi berkewajiban mendakwahkan apa-apa yang telah diterima sebagai wahyu dari Allah kepada umatnya. Ia harus menyampaikan risalah Ilahiyah ini dengan penuh amanah, kejujuran, kecerdasan dan kesabaran di tengah masyarakatnya. Allah berfirman:

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):”Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (An-Nahl: 36)

“Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. (Al-Ahzab: 45-46)

Berdakwah juga merupakan kewajiban syar’i yang harus dilakukan oleh setiap umat Islam berdasarkan beberapa dalil berikut ini:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung. (Ali Imran: 104)

Ayat ini secara jelas menunjukkan wajibnya berdakwah, karena ada “lam amr” di kalimat “wal takun”. Begitu juga Rasulullah SAW bersabda, “Sampaikanlah dariku meskipun satu ayat.” Hadits ini secara eksplisit mengisyaratkan bahwa setiap muslim harus menyampaikan apa-apa yang telah di bawa Rasulullah Saw kepada seluruh manusia, walaupun hanya satu ayat ataupun satu hadits.

“Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.” (Al-Maidah: 63)

Ibnu Jarir at-Thabari meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa ia berkata, “Tidak ada di dalam Al-Quran suatu ayat yang lebih keras mengolok-olok daripada ayat ini.” (Tafsir Ibnu Jarir). Sedangkan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Yahya bin Ya’mar, ia berkata, “Ali bin Abi Thalib pernah berkhotbah, setelah memuji Allah dan menyanjung-Nya, ia berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya umat sebelum kamu itu hancur disebabkan mereka berbuat maksiat sedangkan orang-orang alim dan para pendeta mereka tidak melarangnya sampai akhirnya ditimpa siksa di saat mereka terus menerus asyik dalam kemaksiatannya. Oleh karena itu, perintahkanlah mereka untuk berbuat makruf dan cegahlah mereka dari kemungkaran sebelum turun kepada adzab seperti yang turun kepada mereka. Ketahuilah bahwasanya amar makruf dan nahi mungkar itu tidak akan memutuskan rezki dan tidak pula mendekatkan ajal.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/74)

Berkaitan dengan masalah ini, Allah juga menggambarkan fenomena masyarakat mukmin yang selalu melakukan taawun dan amar ma’ruf nahi munkar di antara mereka. Allah berfirman;
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 71)

Sebagaimana dakwah itu merupakan kewajiban syar’i, ia juga merupakan kebutuhan masyarakat. Karena dengan dakwah, masyarakat mampu memahami nilai-nilai kebenaran Islam, mampu membedakan antara yang hak dan yang batil dan akhirnya mereka bisa mengaplikasikan ajaran Islam ini lewat sentuhan lembut tangan para dai yang bijak, para penunjuk jalan yang tegar dan para muballigh yang sabar. Dakwah merupakan muara segala kebaikan, benteng penangkal siksa dan escalator yang menghantarkan doa para hamba. Mi’raj kepada Rabbnya. Rasulullah SAW bersabda:

“Demi Dzat yang mana jiwaku ada pada Tangan-Nya, sungguh kamu harus melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar atau Allah akan menimpakan kepada kamu adzab, kemudian kamu berdoa maka doa itu tidak akan dikabulkan.” (H.R. Tirmidzi, hadits hasan)

Jadi, jelaslah bahwasanya setiap muslim yang sadar dengan identitasnya, ia harus berpartisipasi dalam mengemban amanah dakwah ini. Apalagi kita sebagai pemuda atau orang tua yang berjiwa muda, ia harus dinamis membangun jaringan dakwah dan pro aktif untuk ikut memperbaiki masyarakatnya. Imam Syafi’i dalam antologi puisinya berkata:

“Siapa yang tidak mau ta’lim (dakwah/membina) pada masa mudanya, maka takbirkan kepadanya empat kali takbir. Karena ia telah (mati sebelum ia mati).”

Begitu juga Imam asy-Syahid Hasan al-Banna menginginkan manusia-manusia yang kuat dari kalangan pemuda atau orang tua yang berjiwa muda saja dalam mengemban amanah dakwah yang berat ini. Maka dalam risalah “dakwatunaa fii thaurin jadid” beliau berkata:

“Kami menginginkan jiwa-jiwa yang hidup, kuat dan tegar. Hati-hati yang baru nan berkibar-kibar. Emosi-emosi yang membara nan menggelora dan ruh-ruh yang memiliki thumuhat, obsesi ke depan jauh yang merenungkan teladan dan tujuan-tujuan yang mulia.”

Maka Setiap ucapan, gerak dan tindakan seorang akh yang telah bergabung dalam dakwah ini harus benar-benar mencerminkan nilai-nilai Islam dan harus mampu menjadi pesona Islam di tengah-tengah masyarakatnya. Wallahu a’lam bis Shawab.

Read More ..

Senin, 25 Februari 2008

Faktor penghancur keluarga

7 Faktor Kehancuran KeluargaDi dalam rumah tangga selalu memiliki rintangan dan penyebabkehancuran, dalam pandangan Psikofitrah ada 7 penyebab kehancurankeluarga. Kehancuran keluarga ditengah masyarakat berarti jugakehancuran satu bangsa sebab keluarga adalah cermin dari satu bangsa.1. Akidah yang keliru atau sesat, misalnya mempercayai kekuatan dukun,magic dan sebangsanya. Bimbingan dukun dan sebangsanya bukan sajamembuat langkah hidup tidak rationil, tetapi juga bisa menyesatkanpada bencana yang fatal.2. Makanan yang tidak halalan thayyiba. Menurut hadis Nabi, sepotongdaging dalam tubuh manusia yang berasal dari makanan haram, cenderungmendorong pada perbuatan yang haram juga (qith`at al lahmi min alharam ahaqqu ila an nar). Semakna dengan makanan, juga rumah, mobil,pakaian dan lain-lainnya.3. Kemewahan. Menurut al Qur'an, kehancuran suatu bangsa dimulaidengan kecenderungan hidup mewah, mutrafin (Q/17:16), sebaliknyakesederhanaan akan menjadi benteng kebenaran. Keluarga yang memilikipola hidup mewah mudah terjerumus pada keserakahan dan perilakumanyimpang yang ujungnya menghancurkan keindahan hidup berkeluarga.4. Pergaulan yang tidak terjaga kesopanannya (dapat mendatangkan WILdan PIL). Oleh karena itu suami atau isteri harus menjauhi "berduaan"dengan yang bukan muhrim, sebab meskipun pada mulanya tidak ada maksudapa-apa atau bahkan bermaksud baik, tetapi suasana psikologis"berduaan" akan dapat menggiring pada perselingkuhan.5. Kebodohan. Kebodohan ada yang bersifat matematis, logis dan adajuga kebodohan sosial. Pertimbangan hidup tidak selamanya matematisdan logis, tetapi juga ada pertimbangan logika sosial dan matematikasosial.6. Akhlak yang rendah. Akhlak adalah keadaan batin yang menjadipenggerak tingkah laku. Orang yang kualitas batinnya rendah mudahterjerumus pada perilaku rendah yang sangat merugikan.7. Jauh dari agama. Agama dalah tuntunan hidup. Orang yang mematuhiagama meski tidak pandai, dijamin perjalanan hidupnya tidak menyimpangterlalu jauh dari rel kebenaran. Orang yang jauh dari agama mudahtertipu oleh sesuatu yang seakan-akan "menjanjikan" padahal palsu. (gunawan dari berbagai sumber)

Read More ..

Istiqamah

ISTIQAMAH

Setiap muslim yg telah berikrar bahwa Allah Rabbnya, Islam agamanya, Muhammad rasulnya, harus senantiasa memahami ikrar ini dan mampu merealisasikan nilai-nilainya dalam kehidupannya. Setiap dimensi kehidupannya harus terwarnai dengan nilai-nilai tersebut, baik dalam kondisi aman maupun terancam
Namun dalam realitas kehidupan dan fenomena umat, kita menyadari bahwa setiap orang yang memiliki pemahaman yang baik tentang Islam mampu mengimplementasikan dalam seluruh sisi kehidupannya. Dan orang yang mampu mengimplementasikannya belum bisa bertahan sesuai dengan yang diharapkan Islam, yaitu komitmen dan istiqamah dalam memegang ajarannya sepanjang perjalanan hidup
Maka istiqamah dalam memegang tali Islam meupakan kewajiban asasi dan sebuah keniscayaan bagi hamba-hamba Allah yang menginginkan khusnul khatimah dan harapan syurga-Nya. Rasulullah SAW bersabda: Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Berlaku moderatlah dan beristiqamah, ketahuilah sesungguhnya tidak ada seorang pun diantara kalian yang selamat dengan amalnya”. Mereka bertanya, “Dan juga kamu ya… Rasulullah?” Beliau bersabda, “Dan juga aku (tidak selamat juga) hanya saja Allah SWT telah meliputiku dengan rahmat dan anugerah-Nya”. (HR. Muslim)
Istiqamah bukan hanya diperintahkan kepada manusia biasa saja, tapi juga bagi manusia besar, seperti para nabi dan rasul. Perhatikan ayat ini : “Maka tetaplah (istiqamahlah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah melampaui batas. Sesungguhhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (QS. Hud:112)

Definisi
Istiqamah berarti berdiri tegak lurus (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia), istiqamah diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen
Secara terminologi adalah mempertahankan keimanan dan akidahnya dalam situasi dan kondisi apapun. Ia bak batu karang yang tegar menghadapi gempuran ombak yang datang silih berganti. Ia tidak mudah loyo atau mengalami futur dan degradasi dalam perjalanan dakwah
Ia senantiasa sabar dalam menghadapi seluruh godaan dalam medan dakwah yang diembannya. Meskipun tahapan dakwah dan tokoh sentralnya mengalami perubahan. Itulah manusia muslim sesungguhnya, selalu istiqamah dalam sepanjang jalan dan di seluruh tahapan dakwah
Dalil dan Dasar Istiqamah
“Maka tetaplah (istiqamahlah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepada mu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (QS. Hud:112)
Ayat ini mengisyaratakan kepada kita bahwa Rasulullah dan orang-orang yang bertaubat bersamanya harus beristiqamah sebagaimana yang telah diperintahkan. Istiqamah dalam mabda (dasar atau awal pemberangkatan), minhaj dan hadaf (tujuan) yang digariskan dan tidak boleh menyimpang dari perintah ilahiah
”Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ”Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turin kepada mereka dengan mengatakan, ”janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih, dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”
”Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ”Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap meteka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan” (QS. 46:13-14)
Dari beberapa ayat di atas menggambarkan urgensi istiqamah setelah beriman dan pahala besar yang dijanjikan Allah SWT, seperti hilangnya rasa takut, sirnanya kesedihan dan surga bagi hamba-hamba Allah yang senantiasa memperjuangkan nilai-nilai keimanan dalam setiap kondisi dan situasi apapun. Hal ini dikuatkan beberapa hadits nabi di bawah ini:
”Aku berkata, ”Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku satu perkataan dalam Islam yang aku tidak akan bertanya kepada seorang pun selain engkau. Beliau bersabda, ”Katakanlah, ”Aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah (jangan menyimpang) ” (HR. Muslim dari Sufyan bin Abdullah)
Selain ayat-ayat dan hadits diatas, ada beberapa pernyataan ulama tentang urgensi istiqamah.
Sebagian orang arif berkata, ”Jadilah kamu orang yang memiliki istiqamah, tidak menjadi orang yang mencari karomah. Karena sesungguhnya dirimu bergerak untuk mencari karomah sementara Rabbmu menuntutmu untuk beristiqamah.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, ”Sebesar-besar karomah adalah memegang istiqamah”

Faktor-faktor yang Melahirkan Istiqamah
Ibnu Qayyim dalam ”Madaarijus salikin” menjelaskan bahwa ada enam faktor ynag mampu melahirkan istiqamah dalam jiwa seseorang, yaitu sebagai berikut:
Beramal dan melakukan optimalisasi (QS. 22:78)
Berlaku moderat antara tindakan melampaui batas dan menyia-nyaiakan (QS. 25:67)
Tidak melampaui batas yang telah digariskan ilmu pengetahuannya (QS. 17:36)
Tidak menyandarkan pada faktor temporer, melainkan bersandar pada sesuatu yang jelas
Ikhlas (QS. 98:5)
Mengikuti sunnah

Dampak Positif Istiqamah
Manusia muslim yang beristiqamah dan selalu berkomitmen dengan nilai-nilai kebenaran Islam dalam seluruh aspek hidupnya akan merasakan dampaknya yang positif dan buahnya yang lezat sepanjang hidupnya. Adapun dampak dan buah istiqamah sebagai berikut:
Keberanian (Syaja’ah) (QS. 5:52)
Ketenangan (Ithmi’nan) (QS. 3:146, 6:82, 13:28)
Optimis (Tafa’ul) (QS. 57:22-23, 12:87, 15:52)

Khatimah
Maka dengan tiga buah istiqamah ini, seorang muslim akan selalu mendapatkan kemenangan dan merasakan kebahagiaan, baik yang ada di dunia maupun yang dijanjikan nanti di akhirat kelak. Perhatikan ayat berikut:
”Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ”Tuhan kamu ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kapada meraka dengan mengatakan, ”Janganlah kamu takut dan merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperolah (pula) apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. 41:30-32)
(gunawan dari berbagai sumber)

Read More ..

Berbuat baik kepada orang tua

BERBUAT BAIK KEPADA ORANG TUA

Pada saat kita dilahirkan ke dunia, betapa besar pengorbanan yang dilakukan oleh kedua orang tua kita. Terlebih bagi ibu kita. Sebuah kandungan hadits menyatakan betapa beratnya kondisi ibu kita dari proses pra kelahiran sampai pasca kelahiran, sehingga wajar derajat ibu diatas tiga tingkat dari derajat bapak (dalam arti bakti anak)

Keletihan yang berat dialami oleh ibu diawali pada saat dia mengandung kita. Selama kurang lebih 9 bulan ibu sangat menderita. Secara fisik dan psikologis telah terjadi perubahan akibat adanya adaptasi beberapa hormon dalam rangka ’proses kehamilan’. Hormon ini yang menyebabkan seorang ibu ”mengidam, terjadi perubahan sikap, terjadi perubahan selera dan sebagainya”

Keletihan yang kedua adalah pada saat seorang ibu melahirkan sang bayi. Semua itu dilakukan demi sang anak, padahal akibat proses persalinan itu bisa berupa kematian bagi sang ibu. Betapa banyak ibu meninggal dunia hanya ingin mempertahankan kehidupan dari sang bayi

Keletihan yang ketiga adalah pada saat ibu merawat sang bayi sampai menjadi anak yang mandiri. Dari menyusui, merawat, memandikan, memberi makan dan laiinya. Yang boleh dibilang sangat sulit untuk dilakukan oleh seorang ayah.

Sedangkan keletihan seorang bapak adalah dia bertugas mencari rezeki. Kadang tangan dibuat kaki, pagi dijadikan malam, semua organ tubuh berkeringat hanya untuk ”memakmurkan” rumah tangganya.

Dari penjelasan ini, sudah selayaknya sebgai anak kita harus mampu untuk sedikit mmebalas apa yang telah dilakukan oleh orang tua kita. Tapi walaupun demikian besar upaya kita untuk tetap berbakti kepada orang tua kita, maka hal itu tidak sebanding, sebagaimana sebuah ungkapan: cinta orang tua laksana matahari yang menyinari dunia, tidak terbalaskan

Islam, sebagai sebuah perangkat aturan yang paripurna sangat memahami kondisi ini, untuk itu betapa banyak hujah yang menjelaskan pentingnya kita berbakti pada orang tua, seperti dalam QS. An Nisaa:36. ”Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”

Dan QS. Al Israa: 23. ”Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”

Mengucapkan kata ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu
Ajakan mempersekutukan Tuhan harus ditentang sekalipun datangnya dari ibu bapa.

Islam sangat menitik beratkan bakti anak kepada orang tua, tapi Islam pun tetap memberi sebuah bingkai ketaatan itu. Ada sebuah hujah yang mengatakan “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal kemaksiatan”

Kita tetap taat kepada orang tua sebatas perintah orang tua tidak dalam rangka melaksanakan maksiat pada Allah, sebagai mana yang tersurah dalam QS. Al Ankabuut: 8. “Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”



BERBUAT BAIK DENGAN TEMAN DAN TETANGGA

Banyak fenomena yang terjadi di kalangan aktivis dakwah. Orang yang telah menisbatkan dirinya di jalan dakwah ini telah terjadi ketidak seimbangan memposisikan diri.
Secara umum memang seorang aktivis dakwah adalah orang yang mampu mengemban dan mengurangi beban dakwah. Bukan malah orang yang dengan keberadaannya menjadi dakwah ini menjadi berat bebannya. Dimana pun, dalam kondisi apapun, keberadaannya adalah salah bentuk solusi terhadap permasalahana dan beban yang ada.

Tapi banyak dari aktivis dakwah (dalam arti yang salah menafsirkan) malah menjadi beban bagi jamaah dakwah itu sendiri.

Salah satu hal yang menjadi fenomena umum adalah tertolaknya aktivis ini dari lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Betapa banyak kita (yang mengakui aktivis) tidak memiliki waktu yang cukup bagi masyarakat sekitar. Bagaimana mungkin kita menunaikan hak-hak tetangga, masyarakat pada saat interaksi kita dengan mereka tidak efektif.

Kondisi di sejumlah komunitas aktivis berdasarkan persepsi masyarakat adalah DIA ADALAH ORANG YANG PERGI DISAAT ORANG MASIH TIDUR DAN PULANG DI SAAT ORANG SUDAH TERTIDUR. Tidak ada waktu yang cukup bagi interaksinya kepada masyarakat. Jangankan ikut kerja bakti, ronda malam, kenal dengan sebelah rumah pun tidak.

Kondisi ini ini seharusnya tidak terjadi di kalangan aktivis dakwah. Memang dakwah adalah jalan hidup kita. Kita pun sangat yakin bahwa salah satu fungsi Allah menciptakan kita selain sebagai Hamba Allah, Khalifatullah juga sebagai Dai.

Tapi jangan sampai sibuk dengan ”urusan dakwah” (dalam makna terminologi) kita melupakan hak-hak tetangga dan masyarakat kita. Bukankah hak tetangga sangat besar atas diri kita.

Sebagai mana rasulullah pernah menyampaikan, kalau tidak dilarang oleh Allah, niscaya tetangga akan mendapat harta warisan dari kita. Dari sedikit pengalan hadits ini tersirat betapa abesar hak tetangga dari kita.

Untuk itu, perlu juga kita sebuah agenda dan rencana dakwah fardiyah kita untuk ”merekrut mereka menjadi obyek dakwah”. Melalui interaksi yang sehat, hubungan kemasyarakat yang positif seharusnya dapat kita bangun. Apalagi dalam suasana era dakwah jahriyah jamahiriyah ini, sudah selayaknya orientasi dakwah kita juga perlu melirik potensi dari lingkungan kita terdekat. Di samping sebagai upaya menunaikan hak-hak tetangga, kita pun tetap mentargetkan upaya rekruting bagi calon aktivis dakwah yang berasal dari masyarakat, agar eksistensi diri dan dakwah kita tetap diterima oleh masyarakat. )!(

(gunawan dari berbagai sumber)

Read More ..